Menjadi Berbeda Itu Laku
ALGOOTH PUTRANTO
Bisnis Indonesia 6 September 2009
W. Chan Kim dan Renee Mauborgne penulis buku Blue Ocean Strategy; How To Create Uncontested Market Space and Make The Competition Irrelevant mengajak pebisnis berpaling pada strategi lautan biru.Strategi blue ocean dikenal sebagai strategi yang biasanya diterapkan dalam sebuah arena bisnis, di mana kondisi pasar atau lautnya masih berwarna biru, terbuka, karena belum banyak pemain yang menggarap.
Bisa dikatakan bahwa blue ocean strategy adalah taktik yang radikal, gila, dan cenderung menentang arus bisnis yang ada. Maklum, rasa penasaran dan ekslusivitas adalah modal awal dalam penjualan.
Joseph Heath dan Andrew Potter secara tidak langsung mencoba merajut tesis W. Chan Kim dan Renee Mauborgne dalam tataran berbeda. Ideologi, meskipun ujungnya sama. Berbeda itu seksi, alias laku dijual.
Buku yang dialihbahasakan Ronny Agustinus dan Paramita Ayuningtyas Palar dari judul asli The Rebel Sell ini sejak awal langsung menghentak dengan narasi kematian raja musik grunge Kurt Cobain.
Sebagai pemusik beraliran punk yang menjadi sisi lain terhadap hippies, kesuksesan tiba-tiba sekaligus aksi bunuh diri Cobain di puncak popularitasnya termasuk fenomena menarik.
Banyak orang percaya Cobain depresi karena terus menerus dihantui tudingan dari dirinya sendiri sebagai pribadi yang menggadaikan idealisme musik punk yang seharusnya independen melawan jalur kapitalisme.
Memulai dengan kejutan, Heath dan Potter langsung mengajak pembaca mengamati kultur hip-hop yang mencitrakan diri sebagai gangster puitis. Menenteng senjata, naik mobil berkilau sembari menyuarakan lirik perlawanan dalam musik rap.
Perlahan, lembar demi lembar buku ini menyorot budaya tanding yang selalu terjadi di setiap generasi. Budaya tanding adalah pola pandang dan perilaku yang menjadi alternatif terhadap pola pandang dan perilaku yang berlaku umum dalam masyarakat.
Budaya ini menjadi kekuatan masyarakat untuk mampu mengontrol budaya korupsi, kerusakan lingkungan, dan kekerasan. Bagai dua kekuatan yang saling berlawanan tetapi tidak bisa dipisahkan, budaya tanding adalah antitesis bagi tesis budaya umum.
Celah Ekonomi Baru
Uniknya pertemuan kapitalisme dengan budaya tanding menghasilkan celah kapital baru yang tidak sekadar menjadi entitas ekonomi yang marjinal, namun mampu meraksasa dan menjadi lokomotif habitus pemasaran baru.
Dengan genetik perlawanan, budaya tanding yang kerap dituding radikal atau melabrak keras justru menghasilkan sesuatu yang tidak sekadar hanya memperbaiki tetapi yang paling adalah membuka habitus baru.
Repotnya hasrat untuk melawan arus, untuk menjadi berbeda, termasuk mengeraskan hati untuk menjalani hidup alternatif yang unik bahkan cenderung sinting ini justru merupakan kekuatan utama pendorong kapitalisme dan konsumerime kontemporer.
Penulis bahkan berhasil memeparkan bahwa ide bahwa pemberontakan gaya hidup individual yang diharpkan bisa mengguncang sistem, ternyata dalam tataran masif justru semakin memapankan masyarakat konsumen yang hendak ditentangnya.
Lihat saja lakunya album-album hippies yang ditujukan untuk menentang konsumerisme musik romatik Elvis, begitu juga dengan musik punk yang ditujukan untuk melawan musik rock & roll The Beatles dan Rolling Stones.
Lebih parah lagi, ide-ide budaya tanding juga telah mempengaruhi politik progresif dan memelencengkannya dari cita-cita awal memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Tentu saja agar mudah menyerap inti dari buku setebal 437 halaman ini, diperlukan sedikit waktu untuk membaca buku karya pemikir yang mempengaruhi penulis buku ini.
Maklum saja kedua penulis cukup rajin mengutip pemikiran Karl Marx, Sigmund Freud, dan trio penggagas anarkisme William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon dan Mikhail Bakunin.
Menariknya, pebisnis yang membaca buku ini akan semakin yakin bahwa untuk sukses pada jaman yang semakin mendatar ini harus berani menjalankan roda ekonomi dengan cara yang berbeda, radikal bahkan disebut gila.
----